Posted on Leave a comment

Menggabungkan Qurban dan Aqiqah Dalam Satu Sembelihan, Bolehkah?

Qurban dan aqiqah ialah dua ibadah yang sama-sama menyembelih binatang. Keduanya mempunyai undang-undang yang sama, adalah sunnah mu’akkadah. Waktu serta tatacara pelaksanaanya juga terang diatur dalam syariat. Ibadah qurban dijalankan pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik, meskipun akikah pada hari ke-7, 14, dan 21 dari kelahiran. Langsung bagaimana kalau waktu akikah dan kurban bertepatan pada hari yang sama, apakah boleh cara kerjanya disatukan sekalian dalam satu sembelihan?

Dalam menjawab situasi sulit ini, para ulama berbeda anggapan menjadi dua, merupakan:

Pertama: Binatang qurban tak dapat mewakili aqiqah. Ini ialah anggapan madzhab Malikiyah, dan Syafi’iyyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka berdalih:

Sebab masing-masing dari aqiqah dan qurban mempunyai tujuannya sendiri, karenanya salah satunya tak dapat mewakili yang lainnya; sebab masing-masing penyebabnya berbeda, seperti halnya dam (denda) haji Tamattu’ dan fidyah.

Baca : Jasa aqiqah bandung

Dalam Tuhfatul Muhtaj Syarhul Minhaj, 9/371, Imam al Haitsami berkata, “Jikalau seseorang berniat dalam satu kambing untuk qurban dan aqiqah, karenanya dia tak menerima dua-duanya, anggapan inilah yang kuat, sebab masing-masing dari qurban dan aqiqah mempunyai tujuan tertentu”.

Demikian juga Dalam Mawahibul Jalil, 3/259, Al Hathab menukil perkataan Syeikh Abu Bakr al-Fihri, dimana beliau berkata, “Jikalau seseorang menyembelih sembelihannya untuk niat qurban dan aqiqah karenanya itu tak dibiarkan, tapi kalau dia berniat untuk qurban dan walimahan atau aqiqah dan walimahan, karenanya dibiarkan; bedanya ialah sebab tujuan qurban dan aqiqah ialah pengucuran darah, sedang sembelihan walimahan ialah untuk hidangan makan, dan ini tak menafikan pengucuran darah, karenanya memungkinkan untuk digabungkan (antara aqiqah dan walimahan atau qurban dan walimahan).

Kedua: Binatang qurban boleh digabungkan dengan binatang aqiqah. Ini anggapan Imam Ahmad dalam riwayat yang lain, dan madzhab Hanafiyah, Imam Hasan al Bashri, Muhammad Ibnu Siriin dan Qatadah. Alasan anggapan mereka ialah:

Sebab tujuan dari qurban dan aqiqah ialah untuk bertaqarub terhadap Allah dengan sembelihan, karenanya salah satunya dapat mewakili yang lainnya, sebagaimana sholat tahiyyatul mesjid termasuk di dalam sholat fardhu bagi siapa saja yang menjelang mesjid.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam al Mushannif, 5/534. Dari Hasan dia berkata, “Jikalau mereka menyembelih qurban untuk seorang buah hati, karenanya juga boleh untuk aqiqah.”

Dari Hisyam dan Ibnu Siriin keduanya berkata, “Dibiarkan sembelihan untuk aqiqah dan diniatkan juga untuk qurban”.

Dalam Syarh Muntahal Idaraat, Al-Bahuti berkata “Jikalau waktu aqiqah berbarengan dengan waktu berqurban, seperti pada hari ke tujuh atau yang lainnya berbarengan dengan hari raya idul adha atau hari tasyriq, karenanya salah satu dari aqiqah atau qurban dapat mewakili yang lainnya. Sebagaimana kalau hari raya berbarengan dengan hari jum’at, karenanya niat mandinya untuk salah satunya saja, sebagaimana juga sembelihan haji tamattu’ atau haji qiran pada hari raya idul adha, karenanya sembelihan dam (yang sepatutnya) juga untuk qurban idul adha”.

Lalu dalam Kasyaful Qana’, 3/30, beliau menambahkan, “Jikalau aqiqah dan qurban berkumpul, dan berniat dalam satu sembelihan untuk keduanya (aqiqah dan qurban), karenanya hal itu dibiarkan secara tekstual oleh Imam Ahmad.”

Syeikh Muhammad bin Ibrahim sudah memilih anggapan ini dengan mengatakan, “Jikalau berjumpa antara waktu aqiqah dengan waktu qurban, karenanya cukup dengan satu binatang sembelihan, dengan berniat untuk berqurban untuk dirinya dan berniat untuk aqiqah buah hatinya. Beberapa dari mereka justru beranggapan semestinya diciptakan satu, merupakan; qurban dan aqiqah untuk bayi. Tetapi anggapan yang lain tak mensyaratkan hal itu, kalau seorang ayah berkeinginan berqurban, karenanya qurban itu untuk sang ayah dan aqiqah untuk si buah hati.

Sarinya ialah: Jikalau seseorang berniat untuk berqurban, pada waktu berbarengan dia berniat untuk aqiqah karenanya hal itu telah cukup”. (Fatawa Syeikh Muhammad bin Ibrahim: 6/159). Wallahu a’lam!

Baca juga : Umroh sesuai sunnah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *